Sajadah Terlipat di Buduran: Elegi Syuhada Al Khoziny
Sajadah Terlipat di Buduran: Elegi Syuhada Al Khoziny
Bukan gema Resolusi Jihad yang kami nanti,
22 Oktober kini berbingkai sunyi yang pasti.
Kami ingat Wathon, dan darah pahlawan 1945,
Namun kini, kami mengingat Asar yang terhenti, jiwa-jiwa
yang terlampau dini.
Di Buduran, Sidoarjo, bukan peluru yang mengoyak dada
suci,
Tapi beton dan besi, dari bangunan yang disangka
mengokohkan janji.
Kami merayakanmu, Wahai Santri, di tengah puing yang
belum usai disibak,
Sebab pengorbananmu kini, adalah jihad yang tak lagi
berjejak teriak.
Pukul tiga, Matahari memerah keheningan,
Ratusan jiwa berwudu, merangkai khusyuk dalam
kebersamaan.
Musala lantai tiga, pondasi ilmu yang sedang didirikan,
Menanti shalat Asar, waktu di mana cahaya mulai
diredupkan.
Di atas, pengecoran terakhir, ambisi yang tergesa,
Mendengar suara banter batu jatuh, gemuruh yang membelah
doa.
Tiang-tiang patah, janji beton runtuh dalam sedetik duka,
Mengejar Wathon di masa lalu, kini terperangkap di bumi
Nusantara.
Puluhan Santri, terperangkap di lantai pertama ibadah,
Terkubur di bawah ambisi dan konstruksi yang tak terarah.
Mencari slempit-slempitan, celah sempit untuk bernapas
dan keluar ,
Di antara bata basah, debu semen yang menelan air mata
gugur.
Suara tangisan terdengar, dari balik puing yang masif,
Proses evakuasi yang pelik, janji pertolongan yang terasa
naratif.
Lima puluh tiga cahaya, kini menjadi bilangan kematian ,
Lima puluh tiga nama, termuliakan dalam keabadian.
Wahai Kiai, ajarkan lagi makna laku yang sesungguhnya,
Ngèlmu iku kalakone kanthi laku, tuntas sudah di depan mata.
Mereka gugur saat thalabul ilmi, dalam kerangka taat dan
santun,
Mushala menjadi batas akhir, bukan akhir dari ilmu yang
dihimpun.
Kematian tertimpa bangunan, adalah derajat Syahid Akhirat
yang dijanjikan ,
Kematian di jalan ilmu, adalah kesempurnaan yang telah
dinantikan.
Kau bukan kalah oleh penjajah, Nak, tapi oleh takdir yang
menjelma beton,
Kau pergi sebelum sempurna, namun disempurnakan oleh
Ikhlas yang tulus, Nak.
Sajadah-sajadah itu kini terlipat, di Buduran yang berduka,
Menjadi saksi bisu, bagi 53 santri yang kembali ke
pangkuan Maha Kuasa.
Kami angkat pandangan dari Debu Sidoarjo yang kelam,
Menuju Langit Arasy, tempatmu kini tersenyum tenang.
Selamat Hari Santri, wahai Syuhada Al Khoziny,
Kalian adalah pilar bangsa, yang gugur dalam damai dan
suci.
Semoga keikhlasanmu menyucikan pondasi yang pernah rapuh
di bumi,
Dan doa kami adalah peluk, bagi raga yang kini abadi.
#puisiharisantri
#harisantrinasional2025
Posting Komentar