TfC0Tpd7Tpd5GUC9TfA0BUr7BY==

Biografi KH. Ahmad Basyir Jekulo Kudus: Sang Mujiz Dalail Khairat dan Teladan Ulama Sejati

KH. Ahmad Basyir Jekulo Kudus: Sang Mujiz Dalail Khairat dan Teladan Ulama Sejati

Mengenal KH. Ahmad Basyir Jekulo Kudus

Nama KH. Ahmad Basyir atau akrab disapa Mbah Basyir sudah tidak asing bagi masyarakat Kudus dan sekitarnya. Beliau dikenal sebagai Mujiz Dalail Khairat, sosok ulama kharismatik yang mewariskan amalan, ilmu, dan keteladanan spiritual yang mendalam.

Pada penghujung usia 90 tahun, amanah besar yang diemban selama puluhan tahun akhirnya beliau letakkan. Umat Islam di seluruh Jawa, khususnya di Kudus, kehilangan kesempatan sowan dan menerima ijazah Dalail Khairat secara langsung sebagaimana masa-masa sebelumnya.


KH. Ahmad Basyir Kudus

Kini, yang tersisa adalah kisah dan rekam jejak pemikiran yang tetap hidup dalam sanubari umat—sebagai pengingat akan sosok pemberi ijazah yang penuh berkah ini.

Awal Kehidupan dan Kecerdasan Sejak Kecil

KH. Ahmad Basyir lahir pada 30 November 1924 M dari pasangan Kyai Muhammad Mubin dan Nyai Dasireh. Sejak kecil, kecerdasannya sudah tampak menonjol. Sang ayah, yang juga seorang ulama, mengajarkan ilmu agama sekaligus menyekolahkan beliau di Veer Folexs School (kini SD Negeri 1 Jekulo).

Prestasinya luar biasa — selalu menjadi juara kelas hingga mendapat tawaran untuk dijadikan guru oleh pihak sekolah. Namun, cita-cita itu berubah setelah kedua orang tuanya berkonsultasi dengan Kiai Yasin, ulama khos Jekulo. Dari sanalah arah hidupnya berbelok menuju dunia pesantren dan pengabdian ilmu agama.

Perjalanan Menuntut Ilmu dan Guru-Gurunya

Ahmad Basyir kecil kemudian melanjutkan pendidikan di Madrasah Diniyah Tarbiyatus Sibyan, dididik oleh para kiai sepuh seperti KH. Dahlan, KH. Mansyur Kaelani, KH. Yasin, K. Hudlori, dan KH. Zainuddin.

Selain itu, beliau juga memperdalam ilmu Al-Qur’an kepada ayahnya sendiri, kemudian kepada Kiai Mukhib dan KH. Mansyur Jekulo untuk tashih bacaan Al-Qur’an.

Pada tahun 1940, KH. Basyir menimba ilmu di Pondok Pesantren Bareng (sekarang PP Al-Qaumaniyah) dan sempat belajar di PP Kenepan Langgar Dalem Kudus kepada KH. Ma’mun Ahmad serta KH. Arwani Amin. Beliau juga berguru kepada KH. Irsyad dan KH. Khandiq, kakak dari KH. Turaichan Adjhuri Kudus.

Aktivis Perjuangan dan Awal Kiprah Dakwah

Pada masa muda sekitar tahun 1944–1945, Basyir muda aktif di Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII) dan Badan Perjuangan Republik Indonesia (BPRI). Beliau terlibat langsung dalam perjuangan membebaskan para pejuang yang ditahan Belanda di Rendeng Kudus — sebuah bukti nyata semangat nasionalisme ulama.

Setelah masa perjuangan, beliau kembali ke Jekulo pada tahun 1949 untuk mengabdi kepada KH. Yasin. Dalam masa pengabdian itulah beliau menjalani riyadhah puasa Dalail Khairat, hingga akhirnya pada tahun 1958, beliau mendapatkan ijazah Dalail Khairat beserta hizibnya dari KH. Yasin — momen penting yang menegaskan perannya sebagai Mujiz Dalail Khairat.

Pendiri Pesantren dan Madrasah

Setelah merasa cukup dalam menimba ilmu, KH. Ahmad Basyir mendirikan Madrasah Diniyah Nurul Ulum Jekulo Kudus pada tahun 1969, disusul dengan pendirian Pondok Pesantren Darul Falah setahun kemudian (1970).

Bangunan pesantren ini merupakan wakaf dari H. Basyir, yang kemudian dijadikan tempat menuntut ilmu agama dan riyadhah bagi santri-santri dari berbagai daerah.

Kehidupan Keluarga dan Keteladanan

KH. Ahmad Basyir menikah dengan Nyai Hj. Solikhah binti KH. Abdul Ghoni dan dikaruniai sembilan anak. Dalam kehidupan keluarga, beliau dikenal sebagai sosok ayah yang penyayang, disiplin, dan berpikiran maju.

Di tengah masyarakat yang kala itu menganggap sekolah formal sebagai hal tabu, KH. Basyir justru gigih menyekolahkan anak-anaknya. Setiap pagi, beliau mengayuh sepeda dari Bareng ke Kudus Kulon demi mengantarkan putrinya bersekolah — bukti nyata betapa beliau berpikir jauh ke depan.

Falsafah Hidup dan Ajaran KH. Ahmad Basyir

Dalam menghadapi masyarakat, KH. Basyir dikenal dermawan dan moderat. Ia berkomitmen agar para santri tidak kesulitan dalam belajar.

Beliau berpegang pada falsafah sederhana namun dalam:

“Enome riyalat, tuwo nemu derajat” — sewaktu muda berjuang dan prihatin, maka saat tua akan meraih derajat yang tinggi.

Bagi KH. Ahmad Basyir, ilmu bukan sekadar dihafal, melainkan harus diamalkan dan dirasakan. Ia percaya, ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang diamalkan, meski hanya sekali.

Wafat dan Warisan Spiritual

Pada Selasa, 18 Maret 2014, pukul 00.15 dini hari, KH. Ahmad Basyir berpulang ke rahmatullah.

Beliau meninggalkan warisan spiritual yang luar biasa — dari thariqah menuntut ilmu, perjuangan, hingga amalan Dalail Khairat yang menjadi ciri khas dakwahnya.

Sembilan puluh tahun hidup beliau bukan sekadar rentang waktu panjang, tetapi jejak keberkahan yang masih hidup di bumi Jekulo. Meskipun jasadnya telah tiada, ajaran, semangat, dan doanya tetap tumbuh dalam hati para santri dan umat.

Warisan Abadi Sang Mujiz Dalail Khairat

KH. Ahmad Basyir Jekulo Kudus bukan hanya ulama besar, tetapi juga simbol keikhlasan dan perjuangan dalam menghidupkan amalan salawat serta ilmu agama.

Keteladanannya dalam menyebarkan ilmu, mendidik generasi, dan menjaga amalan Dalail Khairat menjadikan beliau sosok yang akan selalu dikenang sepanjang masa.

Kata Kunci:

  • KH Ahmad Basyir Jekulo Kudus
  • Mujiz Dalail Khairat
  • Biografi KH Ahmad Basyir Kudus
  • Pondok Pesantren Darul Falah Jekulo
  • Ulama Kudus
  • Dalail Khairat di Kudus

Komentar0

Type above and press Enter to search.